Kamis, 10 Mei 2012

tanggung Jawab Sengketa Antara PT.Garuda dengan DR.Budiyanto Terhadap Hilangnya Bagasi Penumpang Dalam Pengangkutan Udara(pesawat)


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Letak tanah air Indonesia diapit oleh dua benua dan dua samudra,merupakan posisi strategis dan rawan dilihat dari kepentingan keamanan, politik, ekonomis, sosial dan budaya.
Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat membutuhkan adanya peranan jasa pengangkutan untuk menghubungkan antara pulau yang satu dengan pulau yang lain.
Dalam bidang perdagangan, pengangkutan merupakan hal yang mutlak, sebab  barang-barang yang dihasilkan oleh produsen atau pabrik-pabrik dapat sampai di tangan pedagang atau pengusaha hanya dengan jalan pengangkutan, dan seterusnya dari pedagang atau pengusaha kepada konsumen juga menggunakan jasa pengangkutan.
Peranan jasa pengangkutan, baik darat, laut dan udara sangat besar peranannya dalam memindahkan dan memperlancar hubungan antara orang- orang atau barang yang berada di dalam wilayah Indonesia,demikian juga halnya dalam hubungan internasional.
Penyelenggaraan pengangkutan udara tidak selamanya berjalan dengan lancar, sebab tidak jarang pula terjadi peristiwa/kejadian yang tidak diinginkan oleh penyelenggaranya sendiri. Misalnya rusaknya pesawat sehingga mengakibatkan batalnya suatu penerbangan atau terjadinya kecelakaan pada misi penerbangan yang
dilakukan.
Permasalahan tanggung jawab pengangkutan udara terhadap bagasi penumpang sering terjadi dalam pelaksanaan penerbangan. Agar penyelesaian ganti rugi dilaksanakan dengan tertib, maka hukum dipakai sebagai penunjang utama penyelesaian masalah tersebut.
Hukum yang berfungsi sabagai sarana untuk penyelesaian masalah tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh para pakar hukum antara lain Mochtar Kusumaatmadja. Beliau mengatakan bahwa “agar pembangunan berjalan dengan tertib, maka hukum berfungsi sebagai sarana penunjangnya.”


Peraturan perundang-undangan nasional yang mengatur tanggung jawab
pengangkut terhadap bagasi penumpang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Latar belakang dibentuknya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan ini adalah “untuk menunjang kepastian hukum pelaksanaan transportasi yang mempunyai peranan penting dan strategis dalam memantapkan perwujudan wawasan nusantara, memperkukuh ketahanan nasional dan mempererat hubungan antar bangsa.
Pelaksanaan transportasi yang terus dikembangkan potensinya sebagai penghubung wilayah nasional dan internasional merupakan penunjang pendorong dan penggerak pembangunan nasional demi kesejahteraan rakyat.
Tujuan pembentukan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang
Penerbangan adalah “untuk mencapai tujuan pembangunan nasional melalui penataan penyelenggaraan satu kesatuan sistem transportasi nasional. Selanjutnya mampu mewujudkan penyediaan jasa transportasi yang seimbang dengan tingkat kebutuhan dan tersedianya angkutan yang selamat, aman, cepat, lancar dan tertib.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan ini mengatur
tentang tanggung jawab pengangkutan udara terhadap bagasi penumpang, sesuai dengan ketentuan dalam pasal 144, dan pasal 146 antara lain. pasal 144 menyebutkan bahwa
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut.
Pasal 146 bahwa: Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional.
Mengenai permasalahan yang kemungkinan berasal dari suatu kecelakaan
pesawat terbang misalnya yang berhubungan dengan tanggung jawab pengangkut, batas-batas tanggung jawab pengangkut serta masalah ganti rugi yang harus dibayarkan oleh pengangkut. Pengaturan besarnya ganti rugi atau santunan menjadi perhatian utama bagi penulis, mengingat peraturan mengenai ganti rugi itu sendiri masih mangacu pada ordinansi zaman penjajahan yaitu Ordinansi Pengangkutan Udara (OPU) tahun 1939.
Pertimbangan pengaturan OPU tahun 1939 dalam Konvensi Warsawa tanggal
12 Oktober 1929 adalah “menyamakan beberapa ketentuan dalam pengangkutan udara internasional”,dalam konvensi Warsawa antara lain diatur tentang “dokumen angkutan, tanggung jawab dan beberapa ketentuan secara umum.”
Aturan dalam pasal I Ordinasi Pengangkutan Udara (OPU) menentukan bahwa:
Ketentuan-ketentuan ordonansi ini berlaku bila tidak berlaku ketentuan-ketentuan lain menurut traktat yang diadakan di Warsawapada tanggal 12 Oktober 1929 dan yang mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 29 September 1933, yaitu perjanjian untuk menyeragamkan beberapa ketentuan dalam hal pengangkutan udara internasional (S. 1933-347), yang selanjutnya disebut traktat.
Tujuan pengaturan Ordinasi Pengangkutan Udara adalah untuk mengisi kekosongan hukum apabila terjadi masalah yang berkaitan dengan tanggung jawab pengangkutan udara. Ordinasi Pengangkutan Udara mengatur tentang dokumen angkutan dan tanggung jawab pengangkut dalam hal pengangkutan udara secara detail.
Bagian Ordinasi Pengangkutan Udara II 1939 mengatur tentang hak dan kewajiban pengangkut dan penumpang yang membawa bagasi. Kewajiban pengangkut dapat berupa membayar ganti rugi apabila terjadi kehilangan atau kerusakan bagasi, sedangkan hak penumpang adalah menerima pembayaran ganti rugi apabila terjadi kerusakan atau kehilangan bagasi.
Ganti rugi yang harus dibayar oleh pengangkut karena barang atau bagasi hilang seluruhnya atau sebagian, diperhitungkan dengan harga barang yang sama jenis dan sifatnya di tempat tujuan, pada waktu barang atau bagasi seharusnya diserahkan, dengan dikurangi jumlah uang yang karena kehilangan itu tidak perlu dibayarkan untuk biaya-biaya dan untuk pengangkutan.
Terjadinya kerusakan atau kehilangan bagasi tidak dengan sendirinya merupakan tanggung jawab dari pengangkut, tetapi harus memenuhi persyaratan-persyaratan. Persyaratan tersebut antara lain tentang kewajiban
penumpang memegang tiket.
Pasal 6 angka 1 dan 3 OPU 1939 menentukan bahwa: penumpang harus menyerahkan tiket bagasi untuk mengambil bagasinya. Tiket bagasi tersebut harus dibuat dengan rangkap dua, satu untuk penumpang, dan satu lagi untuk pengangkut udara. “Tidak adanya tiket bagasi, merupakan suatu kesalahan di dalamnya atau hilangnya bagasi tidak akan mempengaruhi adanya atau berlakunya perjanjian pengangkutan udara.”

Akan tetapi pengangkutan dibebani kewajiban, sesuai dengan pasal 6 ayat 5 yaitu “ia tidak berhak mempergunakan ketentuan dalam OPU 1939 ini meniadakan atau membatasi tanggung jawab pengangkut.”
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengangkut tersebut diatur dalam Pasal 6 OPU Ayat 4 Huruf d, f, dan h. Pasal 6 Ayat 4 Huruf d, menyatakan bahwa tiket bagasi harus memuat nomor dari tiket penumpang. Pasal 6 Ayat 4 Huruf f menentukan bahwa tiket bagasi harus memuat “jumlah dan beratnya barang-barang.”
Pasal 6 Ayat 4 Huruf h menentukan bahwa tiket bagasi harus memuat “Pemberitahuan, bahwa pengangkutan bagasi ini tunduk pada ketentuan-ketentuan mengenai tanggung jawab, yang diatur dalam OPU 1939 atau perjanjian (Warsawa).”
Hak dari penumpang yang memiliki bagasi menuntut tanggung jawab pengangkut. Tanggung jawab pengangkut terhadap bagasi apabila tiket bagasi sudah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal 6 Ayat 4 Huruf d, f, dan h.
Pengangkut bertanggung jawab untuk kerugian yang terjadi antara lain akibat kemusnahan, kehilangan atau kerusakan bagasi atau barang yang terjadi selama pengangkutan berlangsung. Untuk penggantian kerugian tersebut ditentukan oleh pengangkut sendiri tanpa memiliki pedoman yang jelas. Hal tersebut menimbulkan tidak adanya kepastian hukum untuk melindungi penumpang (konsumen)

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah ketentuan hukum dalam mengatur tanggung jawab pengangkut udara terhadap bagasi penumpang bila terjadi kehilangan dalam pengangkutan ?
2. Bagaimanakah cara penyelesaian sengketa yang terjadi antara P.T Garuda Indonesia dengan penumpang apabila terjadi sengketa (dr. Budiyanto)?

C. Tujuan Penulisan :
a. Untuk menambah dan memperluas ilmu pengetahuan penulis dalam bidang hukum pengangkutan.
b. Untuk memberikan sumbangsih kepada pihak yang memerlukan informasi hukum tentang tanggung jawab pengangkutan udara terhadap bagasi penumpang.


D. Manfaat Penulisan
a. Untuk mengetahui ketentuan hukum dalam mengatur tanggung jawab pengangkut udara terhadap bagasi penumpang baik secara teoritis maupun dalam pelaksanaannya khususnya di P.T Garuda Indonesia.
b. Untuk mengetahui tata cara penyelesaian sengketa antara P.T Garuda Indonesia dengan penumpang bila terjadi sengketa.

E. Ruang Lingkup Penulisan
Dalam penulisan ini dan berdasarkan permasalahan-permasalahan diatas, maka penulis membatasi ruang lingkup agar tidak menyebar ke topic lain yang tidak ada hubungannya dengan topik penulisan ini. Agar penulis dapat lebih fokus pada obyek permasalahan, penulis membatasi hanya lingkup pertanggung jawaban pengangkutan udara bagasi penumpang menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Penulisan ini juga menjelaskan bagaimana prosedur pertanggung jawaban pengangkutan udara terhadap bagasi penumpang menurut Undang- undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

F. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan panelitian deskriptif analisis, yaitu penelitian yang menggambarkan dan menguraikan keadaan ataupun fakta yang ada tentang hukum mengenai tanggung jawab pengangkutan udara terhadap bagasi penumpang pada P.T Garuda Indonesia.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pengangkutan Udara, Pengangkut, Penumpang, Bagasi, dan Perjanjian Pengangkutan Udara
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan yang dimaksud dengan angkutan udara adalah “setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan pos untuk satu kali perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara.”
Pengangkutan berasal dari kata dasar angkut yang berarti angkat dan bawa, muat dan bawa atau kirimkan. Mengangkut artinya mengangkat dan membawa, memuat dan membawa atau mengirimkan.
Pengangkutan artinya pengangkatan dan pembawaan barang atau orang, pembuatan dan pengiriman barang atau orang, barang atau orang yang diangkut. Jadi dalam pengertian ini tersimpul suatu proses kegiatan atau gerakan dari satu tempat ke tempat yan lain.
Untuk menyelenggarakan pengankutan ini, terlebih dahulu harus ada perjanjian antara pengangkut dan penumpang. Perjanjian pengangkutan selalu diadakan secara lisan tetapi didukung oleh dokumen-dokumen pengangkutan yang membuktikan bahwa perjanjian sudah terjadi.
Menurut E. Suherman dalam bukunya yang berjudul Masalah Tanggung Jawab Pada Charter Pesawat Udara dan Beberapa Masalah lain dalam Bidang Penerbangan. bahwa: Perjanjian pengangkutan udara dalam arti sempit adalah sebagai suatu perjanjian antara seorang pengangkut udara dengan pihak penumpang atau pihak pengirim barang untuk mengangkut penumpang atau barang dengan pesawat udara. Dalam arti yang lebih luas sebagai suatu perjanjian angkutan udara yang dapat merupakan sebagian dari suatu perjanjian pemberian jasa dengan pesawat udara.
Menurut Abdulkadir Muhammad perjanjian pengangkutan udara adalah: Persetujuan dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk meneyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau penumpang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, dan pengirim atau penumpang mengikatkan diri untuk membayar biaya
pengangkutan.
Menurut R. Soekardono perjanjian pengangkutan Udara adalah: Perjanjian timbal balik, pada mana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang ke tempat tujuan tertentu, sedangkan pihak lainnya (pengirim-penerima, pengirim atau penerima, penumpang), berkeharusan untuk menunaikan pembayaran tertentu untuk pengangkutan tersebut.

B. Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Hukum Pengangkutan Udara
Suatu perjanjian pada umumnya bersifat kosensual, artinya perjanjian dianggap ada sejak tercapainya kesepakatan di antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian itu, misalnya pada perjanjian jual-beli, dimana perjanjian ini dianggap sudah lahir dengan segala akibat hukumnya, apabila telah terjadi kesepakatan antara penjual dengan pembeli mengenai harga dan barang.
Perjanjian pengangkutan udara pun mempunyai sifat yang konsensual, oleh karena perjanjian ini dianggap lahir pada saat terjadinya kesepakatan antara pengangkut dan/atau pengirim barang mengenai jasa dan harga akan tetapi walaupun perjanjian pengangkutan ini sudah dianggap lahir pada saat terjadinya kesepakatan, namun tidak berarti bahwa pelaksanaan perjanjian itupun terjadi pada saat yang sama karena pelaksanaannya sering ditangguhkan terlebih dahulu.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Soegijatno Tjakranegara, yaitu: Perjanjian pengangkutan ini adalah concelsuil (timbal balik) dimana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dari dan ke tempat tujuan tertentu dan pengirim barang membayar ongkos angkutan sebagaimana yang disetujui bersama.
Saat mulai terjadinya pengangkutan pada perjanjian pengangkutan barang
kiriman dan pengangkutan bagasi adalah sama, yaitu ketika barang kiriman atau bagasi berada di bawah pengawasan pengawasan pengangkut. Pada pengangkutan barang kiriman, pemuatan dan penyerahannya dapat terjadi diluar lapangan terbang, bahkan menurut ketentuan dalam pasal 25 ayat (3) Ordinansi Pengangkutan Udara 1939, dapat pula meliputi pengangkutan darat, pengangkutan laut dan pengangkutan sungai, sepanjang hal itu dilaksanakan dalam hubungannya dengan pemuatan, penyerahan atau pemindahan muatan.[1]
Maksud kalimat diatas pemuatan dan penyerahan meliputi pengangkutan darat yaitu apabila daerah tujuan barang kiriman tersebut tidak dapat dijangkau oleh pesawat terbang, karena tujuan itu merupakan daerah terpencil, jadi harus menggunakan pengangkutan darat yang dapat menjangkau hingga sampai tujuan, demikian pula dengan penyerahan yang meliputi pengangkuatan laut dan sungai. Sedangkan pengangkutan bagasi, pemuatan dan penyerahannya selalu terjadi dilapangan terbang, kecuali apabila terjadi pendaratan diluar lapangan terbang.
Melihat pengertian terjadinya suatu pengangkutan udara dapat bermacam-
macam maka untuk menentukan saat mulai dan berakhirnya pengangkutan udara, terlebih dahulu perlu diketahui apakah pengangkutan itu terjadi dalam perjanjian pengangkutan penumpang dan/atau bagasi. Pengangkutan bagasi terjad selama barang-barang penumpang berada dalam pengawasan pengangkutan, yaitu mulai pada saat penumpang menyerahkan barangnya kepada pengangkut untuk diangkut ketempat tujuan dan berakhir pada saat tiba ditempat tujuan, maka saat itu pula berlaku tanggung jawab pengangkut atas bagasi.











BAB III
PEMBAHASAN

Sengketa Yang Timbul Antara
PT. Garuda Indonesia Dengan dr.Budiyanto

Angkutan udara dewasa ini semakin berkembang karena angkutan udara dinilai merupakan alat transportasi yang cepat dan efisien. Tetapi disamping kelebihan tersebut terdapat juga kekurangan yaitu sering terjadi kehilangan bagasi yang dibawa penumpang, hal ini disebabkan karena kesalahan petugas dari pengangkutan udara karena kurang teliti menjaga barang penumpang. Kesalahan tersebut tidak hanya terjadi pada dr. Budiyanto sebagai penumpang tetapi juga terhadap penumpang yang lain. “Hal itu dikemukakan dr. Budiyantodalam warta konsumen”
Pada hari Kamis tanggal 20 April 2006 dr. Budiyanto beserta rekan berangkat ke Medan dengan pesawat GA 194, pukul 17.00 (kode booking Q7HPRQ). Waktu check-in kami sepakat menyatukan bagasi kami atas satu nama. Alangkah menjengkelkan saat di Medan Ternyata satu bagasi berisi pakaian dan buku penumpang tidak ditemukan. dr. Budiyanto lalu mengadukan kehilangan bagasinya. Setelah mengisi formulir kehilangan bagasi, petugas tidak dapat memberikan informasi yang jelas kemana bagasi yang lenyap Sama halnya dengan bagian Loss and Found di Jakarta dan Garuda Centre yang tak satupun mengetahui keberadaan bagasi saya. Padahal bagasi itu berisi sebagian buku dan pakaian yang akan digunakan keesokan harinya.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Sebagai Pihak Ketiga Dalam Penyelesaian Sengketa Antara PT. Garuda Indonesia Dengan dr.Budiyanto

        Dalam penyelesaian sengketa antara PT. Garuda Indonesia dengan dr. Budiyanto, juga melibatkan pihak ketiga yaitu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sebagai penengah dalam mendamaikan kedua belah pihak. Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 47 UU No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
          proses serta mekanisme penanganan pengaduan di YLKI melalui beberapa cara:
Pertama, cara yang dapat dilakukan untuk mengadu adalah melalui telepon, surat atau dating langsung. Pengaduan melalui telepon dikategorikan menjadi dua, yaitu :
1)      hanya meminta informasi atau saran, maka telepon itu cukup dijawab secara lisan pula dan diberikan saran pada saat itu dan selesai
2)      pengaduan untuk ditindaklanjut. Jika konsumen meminta pengaduannya ditindaklanjuti, maka si penelepon diharuskan mengirimkan surat pengaduan secara tertulis kepada YLKI yang berisi:
a)      kronologis kejadian yang dialamisehingga merugikan konsumen
b)      wajib mencantumkan identitas dan alamat lengkap konsumen. Kalau ada nomor telepon perlu disertakan juga dengan tujuan untuk memudahkan komunikasi. Jika dalam proses administrasi ada yang tidak lengkap, konsumen dapat segera diberitahu untuk melengkapinya. Pengadu/konsumen juga harus mencantumkan nama dan alamat pelaku usaha jika ada dan
c)      menyertakan barang bukti atau fotocopy dokumen pelengkaplainnya. Kedua setelah surat masuk ke YLKI, resepsionis meregister semua surat- surat yang masuk secara keseluruhan (register I). Selanjutnya surat diberikan kepada Pengurus Harian untuk didisposisi ke masing-masing bidang di YLKI.

Untuk surat pengaduan konsumen, isi disposisi dari Pengurus Harian setidaknya ada tiga yaitu ;
(a) ditndaklanjuti atau tidak ditindaklanjuti
(b) bukansengketa konsumen
(c)  bukan skala prioritas. Untuk surat pengaduan didisposisi ke bidang Pengaduan dan dilakukan register II khusus untuk pangaduan konsumen sebagai data pengaduan. Adapun register tersebut meliputi nomor urut, nomor register dan komoditas pengaduan konsumen, nama dan alamat konsumen, nama dan alamat pelaku usaha,  permasalahan dan keterangan. Selanjutnya surat pengaduan yang sudah deregister tersebut diserahkan kepada personil masing-masing yang menangani komoditi tersebut.
         
          Ketiga, setelah surat sampai ke personil yang menangani maka dilakukan seleksi administrasi oleh personil pengaduan. Seleksi administrasi disini berupa kelengkapan secara administrasi yaitu nama dan alamat lengkap konsumen, data atau dokumen yang disertakan. Jika hal ini belum lengkap, maka personil melakukan kontak melalui telepon atau korespondensi ke konsumen untuk melengkapinya.
          Jika memang sudah lulus seleksiadministrasi dan dirasa cukup, maka tindakan selanjutnya yang dilakukan olehpersonil Bidang Pengaduan adalah seleksi substansi dari pengaduan tersebutdan lebih memprioritaskan kepada :
(a) pengaduan konsumen akhir. Adapundasar hukum yang digunakan YLKI untuk mendefinisikan konsumen akhiradalah sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 butir 2 UUPK Nomor 8Tahunkonsumen akhir adalah sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 butir 2UUPK Nomor 8 Tahun 1999 yaitu “konsumen adalah setiap orang pemakaibarang dan/ataau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik untuk kepentingandirinya sendiri, keluarga, orang lain maupun mahkluk lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
(b) bukan masalah persaingan bisnis
(c) konsumen yangtidak mampu secara sosial ekonomi dan tidak mempunyai akses informasi yang cukup
(d) konsumen tidak melibatkan pihak ketiga. Artinya dalam penyelesaian kasus ini konsumen tidak menggunakan jasa pengacara.
(e) jika diketahui konsumen menggunakan atau didampingi pengacara, maka YLKI menyampaikan kepada konsumen kembali. Dengan demikian YLKI dapat menangani kasus lain. Langkah yang selanjutnya setelah proses administrasi dan analisis substansi, yaitu korespondensi kepada pelaku usaha dan istansi yang terkait sehubungan dengan pengaduan konsumen.
          Pada tahap pertama korespondensi biasanya adalah meminta tanggapan dan penjelasan mengenai kebenaran dari pengaduan konsumen tersebut. Di sini YLKI memberikan kesempatan dan mendengarkan dari kedua belah pihak yaitu versi konsumen dan versi pelaku usaha. Tidak jarang juga dengan adanya korespondensi ini kasus dapat diterima masing-masing pihak dengan memberikan jawaban surat secara tertulis kepada YLKI, yang isinya permintaan maaf kepada konsumen dan sudah dilakukan penyelesaian langsung kepada konsumennya. Bila demikian, maka kasus dinyatakan selesai setelah mendapat informasi dari pihak yang bersengketa.


          Namun demikian,. Tidak menutup kemungkinan dalam korespondensi ini masing-masing pihak tidak menjawab persoalan dan bersikukuh dengan pendapatnya. Dalam kondisi seperti ini YLKI dituntut agar dapat mengambil inisiatif dan pro aktif untuk menjadi mediator. YLKI kemudian membuat surat surat untuk mediasi kepada para pihak yang bersengketa untuk mencari solusi terbaik. Inisiatif untuk mempertemukan para pihak yang bersengketa dengan YLKI sebagai fasilitator, bisa juga berasal dari pelaku usaha atau konsumen dengan memperhatikan kasus per kasus.
          Yang menjadi dasar hukum digunakannya proses mediasi terdapat dalam Pasal 6 ayat (1) yang menyatakan bahwa “sengketa dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternative penyelesaian sengketa”, maksudnya dalam hal ini mediasi. “Pada saat proses mediasi dibuka, sebelumnya sebagai mediator, YLKI menanyakan siapa saja yang akan hadir pada saat mediasi dari masing-masing pihak.”
          Sasaran pertama yang dituju adalah pelaku usaha. YLKI akan menanyakan siapa yang ditujnjuk sebagai wakil pelaku usaha dalam proses mediasi, apa jabatan/posisinya, dan apakah wakil tersebut punya kapasitas untuk mengambil keputusan dalam kasus tersebut. Jika ternyata sang wakil tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk mengambil keputusan, maka untuk menghindari terjadinya kesalahan intepretasi, akan dilakukan sebagai konsultasi/ pembicaraan agar pelaku usaha menghadirkan wakil yang
mempunyai kapasitas sebagai pengambil keputusan. Dengan demikian, kasus dapat diharapkan dapat selesai dengan hanya satu pertemuan saja, melalui opsi- opsi yang diputuskan dan disepakati bersama oleh para pihak yang bersengketa.
          Setelah YLKI mendapat nama dan alamat dari para pihak yang bersengketa serta bertemu dengan mereka, selanjutnya sebagai mediator, YLKI akan menjelaskan kepada para pihak apa itu mediasi dan tujuan diadakannya mediasi tersebut. Setelah duduk bersama, YLKI kemudian memberikan kesempatan kepada masing-masing pihak untuk menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya tanpa boleh dipotong oleh pihak lain sebelum pihak pertama selesai memberikan penjelasan. Setelah masing-masing pihak
selesai menyampaikan masalahnya, maka YLKI memberikan waktu untuk
            Hasil wawancara dengan YLKI.klarifikasi dan koreksi tentang apa yang telah disampaikan oleh masing-masing pihak. Setelah permasalahannya diketahui, maka masing-masing pihak berhak menyampaikan opsi atau tuntutan yang diinginkan, sekaligus melakukan negosiasi untuk mencapai kesepakatan. Apabila telah dicapai kesepakatan, maka isi kesepakatan tersebut selanjutnya dituangkan dalam Berita Acara
Kesepakatan. Tahap akhir dari proses mediasi adalah mengimplementasikan hasil kesepakatan. Dalam melakukan penyelesaian kasus secara mediasi, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi yaitu :
(1)  kesepakatan tercapai artinya selesai;
(2) tidak terjadi kesepakatan alias deadlock. Namun proses mediasi lebih efektif dan memudahkan untuk segera terselesaikannya kasus yang ada.


Prosedur Penuntutan Ganti Kerugian Penumpang kepada PT. Garuda
Indonesia

        PT. Garuda Indonesia yang bergerak dibidang angkutan udara memberikan pelayanan angkutan udara mulai dari keberangkatan dan kedatangan orang-orang yang menggunakan jasa penerbangan. Pelayanan dibidang ini tidak bias dianggap mudah, sebab melayani orang-orang yang beraneka ragam latar belakangnya. Kekeliruan pelayanan terhadap penumpang terutama terjadi pada bagasi mereka. Khususnya bagasi yang diserahkan pada pihak Perusahaan Pengangkutan Udara terkadang sulit untuk dapat diterima oleh pengguna jasa tersebut.
          Seringkali kedapatan bagasi penumpang hilang, tertukar, label, salah kirim,label bagasi tidak ada, atau isi bagasinya hilang atau kurang. Biasanya mereka langsung menuntut pada Airlines yang mereka gunakan. Dalam hal ini yang bertanggung jawab adalah bagian Lost and Found yang bertugas menagani bagasi penumpang.
Kerugian dengan terjadi klaim bagasi, selain harus mengganti biaya
kehilangan ataupun kerusakan bagsivpenumpang, juga mengakibatkan kesan
yang kurang baik di kemudian hari.
          PT. Garuda Indonesia sebagai perusahaan yang bergerak dibidang jasa angkutan udara, terus meningkatkan mutu pelayanan dan kemampuan serta disiplin para pegawainya dalam menangani bagasi penumpang, kemungkinan bagasi hilang atau rusak dan lain sebagainya dapat lebih ditekan. Sehingga pelayanan jasa terhadap para wisatawan yang akan dating lebih baik dan menimbulkan kesan yang baik pula. Hal ini sangat penting bagi pengguna jasa penerbangan pada umumnya.


Macam-macam bagasi menurut Felix Hadi Mulyanto, adalah sebagai
berikut :
1. Checked Baggage
Bagasi yang di check atau dicatat, dan diserahkan kepada airlines (pengangkut) untuk ditimbang dan dimasukkan kedalam ruang bagasi. Bagasi ini menjadi tanggung jawab pengangkut yang mana dikeluarkan labl bagasi tertentu atau tercatat sebagai tanda terima.

2. Unchecked Baggage
Bagasi yang boleh dibawa masuk kedalam cabin pesawat untuk keselamatan dan kegunaan penumpang, pada waktu check in diberitahu untuk tidak membawa bagasi cabin lebih dari satu potong sebagai pembatasan. Setiap bagasi cabin yang dibawa
penumpang untuk masuk didalam cabin harus melewati security check terlebih dahulu. Setiap bagasi cabin besarnya tidak boleh lebih dari 115 cm/45 cm yaitu dengan perincian ukuran 56 cm + 36 cm + 23 cm ( panjang + tinggi + lebar ) sehingga dapat diletakkan
dibawah kursi penumpang atau dibagian atas ditempat penyimpanan tas. Dengan begitu akan membuat penumpang lebih nyaman duduk sehingga dapat menikmati perjalanan.

3. Carry On Baggage
Bagasi yang boleh dibawa penumpang masuk kedalam pesawat ( cabin) selain bagasi yang telag disebutkan diatas, abarang-barang tersebut antara lain :
a.Sebuah tas tangan wanita, dompet wanita
b.Sebuah mantel, slayer, atau selimut
c.Payung atau tongkat untuk alat Bantu
d.Kamera kecil atau sepasang teropong
e.Beberapa buku bacaan untuk dibaca selama penerbangan

4. IATA ( International Air Transport Association)
Free artcle atau barang-barang yang boleh dibawa masuk kedalam
cabin menurut peraturan IATA adalah :
a.Tas tangan wanita, buku bacaan saku, dompet
b.Bahan bacaan yang masuk akal untuk dibaca selama penerbangan
c.Patung atau tongkat untuk jalan
d.Baju tebal atau selimut
e.Makanan bayi untuk persediaan selama perjalanan

Adapun prosedur-prosedur untuk melacak bagasi yang
dilaporkan hilang memerlukan tindakan-tindakan berikut :
1. Gunakan formulir standar PIR untuk mencatat data mengenai bagasi yang kurang atau hilang
2. Catatlah keterangan-keterangan yang terperinci mengenai penumpang, rute perjalanannya bagasi yang dinyatakan hilang serta klaim tag yang relevan
3. Gunakan daftar pengenalan bagasi atau airline baggage indentifikation chart untuk mengenali bagasi yang kurang atau hilang dan mempersilahkan penumpang yang bersangkutan untuk mengenali bagasi dan selanjutnya kita catat nomor sandi
pengenal bagasi bersangkutan pada formulir PIR
4. sebelum mengirim berita kehilangan, terlebih dahulu diadakan pengecekkan kembali dipesawat dan sekitarnya, areal penerimaan bagasi penumpang maupun gudang penerimaan barang muatan kargo.
5. mengirim berita keseluruh stasiun udara yang berhubungan dengan rute perjalanan penumpang dari stasiun udara keberangkatan, termasuk stasiun-stasiun udara sepanjang rute perjalanan. PT. Garuda Indonesia memberikan pelayanan jasa kepada penumpang dan bagasinya yang disebut dengan Post Flight Service.
Adapun pelayanan ini meliputi :
1. Disembarking (Pendaratan)
Setelah pesawat mendarat, penumpang memasuki exit gate menuju arrival hall untuk mengurus dokumen-dokumen yang diperlukan di Post Health and Immigration Counter, dan pada saat yang sama bagasi telah diturunkan dan diletakkan pada ban berjalan (convoyerbelt).
2. Baggage Delivery (Penyerahan Bagasi)
Penumpang mengambil bagasinya masing-masing, selanjutnya mereka Memeriksa bagasinya pada Bea dan Cukai. Penumpang dapat menggunakan jalur hijau jika penumpang tidak membawa barang yang tidak perlu diberitahukan, dan jika membawa melalui jalur merah.

          Dalam praktek seorang penumpang melalui ketidakberesan terhadap bagasinya, PIR akan dikeluarkan sebagai bukti bahwa penumpang tersebut telah melaporkan tentang kehilangan bagasi atau kerusakan lain. Bila sampai batas waktu tertentu penumpang belum mendapatkan bagasinya yang hilang, maka PIR tersebut merupakan bukti untuk melaksanakan ketentuan ganti kerugian kepada perusahaan penerbangan.
Adapun syarat-syarat pengisian PIR adalah sebagai berikut :
1. Nomor Baggage claim tag
2. Nomor passenger ticket
3. Nomor excess baggage tiket bila diperlukan
4. Penumpang terdaftar dimanifest penumpang
5. Pada saat klaim diajukan, penumpang belum meninggalkan terminak
kedatangan
          Dalam praktek yang lama diketahui adalah ketidakberesan bagasi harus dilaporkan sebelum meninggalkan ruang kedatangan. Bila telah keluar dari tempat ini, maka pengaduan akan ditolak. Dalam pengisian PIR diperlukan tiga lembar, yang berfungsi untuk :
1. lembar 1 berwarna putih untuk bagian Claim Department Jakarta
2. lembar 2 berwarna merah muda untuk penumpang
Setelah membuat PIR, penumpang menunggu pengurusan bagasi, apakah bagasi tersebut hilang, tertukar, salah label, dan lain-lain. Apabila sudah jelas bagasi tidak dapat ditemukan, maka penumpang yang bersangkutan diberikan ganti rugi. Adapun ganti rugi yang diberikan Lost and Found PT. Garuda Indonesia adalah sebagai berikut :


1. Kehilangan bagasi
          Ganti rugi diberikan berdasarkan kelas dan system dengan berat per kilogram. Dan batas waktu pencarian bagasi adalah 15 hari dari tanggal pelaporan. Adapun penggantian kehilangan sebesar :
a. untuk sektor Domestik maksimal IDR 100.000/kg
b. untuk sector Internasional US $ 20/kg
          Untuk selanjutnya dalam batas waktu yang ditentukan, penumpang berhak membuat tuntutan ke perusahaan penerbangan yang bersangkutan. Apabila penumpang berkeberatan atas penggantian biaya tersebut, maka diminta menulis surat untuk diteruskan ke JKTLZGA untuk mendapat persetujuan keberatan tersebut. Apabila disetujui, penumpang dapat mengambil penggantian tersebut kebagian Baggage Department dengan menunjukkan copy PIR, tiket, dan paspor.

2. Kerusakan bagasi
          Untuk penumpang yang bagasinya rusak, dan kerusakannya memang disebabkan selama pengangkutan berlangsung, maka penggantiannya sama dengan kehilangan bagasi, yaitu :
a. untuk sektor Domestik maksimal IDR 100.000/kg
b. untuk sector Internasional US $ 20/kg

3. Kehilangan sebagian isi dari bagasi
          Bagian Lost and Found PT. Garuda Indonesia akan memberikan biaya penggantian dengan menimbang kembali apakah benar berat bagasi berkurang atau tidak, sesuai dengan berat yang tertera di claim tag.
Apabila ternyata isi bagasi kurang maka akan diberikan biaya penggantian
sesuai dengan ketentuan :
a. untuk sektor domestik, selisih dari berat bagasi yang hilang maksimal
IDR 100.000/kg
b. untuk sektor internasional, selisih dari berat bagasi yang hilang US $
20/kg

4. Bagasi terlambat
          Bagasi yang terlambat yang disebabkan pada waktu check in atau saat bagasi diturunkan dari kompartemen bagasi. Bila bagasi penumpang sudah ditemukan, maka staff Lost and Found akan menginformasikan kepada penumpang tersebut dan mengirimkannya ke alamat sesuai permintaan. Setelah bagasi diterima, maka penumpang akan diminta menandatangani formulir penyerahan bagasi.








ANALISIS TANGGUNG JAWAB PENGANGKUTAN
UDARA TERHADAP BAGASI PENUMPANG PADA PT
GARUDA INDONESIA


A. Ketentuan Hukum Dalam MengaturTanggung Jawab Pengangkutan
Udara Terhadap Bagasi Penumpang Dalam Pengangkutan
          Adapun ketentuan hukum yang terkait dengan tanggung jawab
pengangkut udara terhadap hilangnya bagasi penumpang.
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) :
a. Pasal 1234 KUHPerdata, yaitu tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat dan untuk tidak berbuat sesuatu.
b. Pasal 1236KUHPerdata, yaitu pengangkut wajib memberi ganti rugi atas biaya dan rugi bunga yang layak harus diterima, bila tidak dapat menyerahkan atau tidak merawat sepantasnya untuk menyelamatkan barang-barang angkutan
c. Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat syarat :
1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,
2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
3) Suatu hal tertentu,
4) Suatu sebab yang halal.
          Berdasarkan uraian diatas maka penulis berpendapat bahwa KUHPerdata memberikan dasar hukum berkaitan dengan tanggung jawab pengangkutan melalui perikatan/perjanjian antara dua pihak. Apabila keduanya sepakat dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalm KUHPerdata maka terjadilah perjanjian keduanya dan sah di mata hukum.
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen:
a. Pasal 1 ayat (1) perlindungan konsumen yaitu segal sesuatu yang menjaminadanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
b. Pasal 4 tentang hak konsumen adalah:
1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ jasa;
2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa;
4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atau barang dan/atau jasa yang digunakan;
5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminaif;
8) Hak untuk mendapatkan dispensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, jika barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yamg lain .
c. Pasal 5 tentang kewajiban konsumen adalah :
1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2) Beritikad baik dalam melaukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
d. Pasal 6 tentang hak pelaku usaha :
1). Hak untuk menerima pembyaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2).  Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
3). Hak untuk melakukan Pembelaan diri sepatunya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
4). Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hokum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5). Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan
lainnya.



e. Pasal 7 tentang kewajiban pelaku usaha :
1) beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2) memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3) memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
4) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
6) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7). Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian dan/atau jasa yang diteirma atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
f. Pasal 45 ayat (1) dan ayat (2) jo. Pasal 49 ayat (1) jo. Pasal 52 butir a
tentang penyelesaian sengketa konsumen.

          Pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada konsumen, namun konsumen harus memenuhi kewajiban yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999.
Apabila kewajiban dipenuhi maka hak konsumen dilindungi.
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan :
a. Pasal 240 ayat (1) dan ayat (2), menyatakan bahwa badan usaha Bandar udara yang melakukan kegiatan angkutan udara bertanggung jawab atas kematian atau lukanya penumpang yang diangkut dan musnah, hilang atau rusaknya barang yang diangkut serta keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut apabila terbukti hal tersebut merupakan kesalahan pengangkut.
b. Pasal 240 ayat (3) menyatakan bahwa resiko atas tanggung jawab terhadap kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1) wajib diasuransikan.
4. Peraturan Pemerintah nomor 40 Tahun 1995 Tentang Angkutan Udara :
a. Pasal 42 menyatakan bahwa perusahaan angkutan udara yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga berjadwal bertanggung jawab atas :
1). Kematian atau lukanya penumpang yang diangkut,
2). Musnah, hilang atau rusaknya barang yang diangkut,
3). Keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut apabila terbukti hal tersebut merupakan kesalahan pengangkut.
b. Pasal 44 ayat (1) yaitu jumlah ganti rugi untuk kerugian bagasi tercatat, termasuk kerugian karena kelambatan dibatasi setinggi-tingginya Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap kilogram.
c. Pasal 44 ayat (2) yaitu jumlah ganti rugi untuk kerugian bagasi kabin, karena kesalahan pengangkut dibatasi setinggi-tingginya Rp.1000.000,00 (satu juta rupiah) untuk setiap penumpang
d. Pasal 44 ayat (3) yaitu jumlah ganti rugi untuk kerugian kargo, termasuk kerugian karena kelambatan, kesalahan pengangkut dibatasi setinggi- tingginya Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap kilogram.

5. Ordinansi Pengangkutan Udara (Luchtvervoer Ordonantie-Staatblad 1939 Nomor 100.

a. Pasal 25 ayat (1) yaitu pengangkut bertanggung jawab untuk kerugian yang terjadi sebagai akibat dari kemusnahan, kehilangan atau kerusakan bagasi atau barang bilamana kejadian yang menyebabkan kerugian itu terjadi selama pengangkutan udara.
b. Pasal 25 ayat (2) yaitu pengangkutan udara seperti yang dimaksud oleh ayat diatas, meliputi juga waktu bagasi atau barang tersebut berada dibawah pengawasan pengangkut; baik dilapangan terbang atau dimana saja dalam hal pendaratan diluar lapangan terbang, atau dalam pesawat terbang.

c. Pasal 25 ayat (3) yaitu waktu pengangkutan udara tidak meliputi pengangkutan di darat, laut atau sungai, yang dilaksanakan diluar suatu lapangan terbang. Akan tetapi bila pengangkutan semacam ini dilakukan untuk melaksakan suatu persetujuan pengangkutan udara, dalam hubungan dengan pemuatan, penyerahan atau pemindahan
muatan, maka pengangkut bertanggung jawab untuk semua kerugian, seolah-olah kerugian ini timbul sebagai akibat dari suatu kejadian selama pengangkutan udara; kecuali pengangkut dapat membuktikan bahwa kerugian itu adalah akibat dari suatu kejadian yang tidak terjadi selama pengangkutan udara.


d. Pasal 26 yaitu ganti rugi yang harus dibayar oleh pengangkut karena barang atau bagasi hilang seluruhnya atau sebagian, diperhitungkan dengan harga dari barang yang sama macam dan sifatnya ditempat tujuan, pada waktu barang atau bagasi seharusnya diserahkan, dengan dikurangi jumlah uang yang karena kehilangan itu tidak perlu
dibayarkan untuk biaya-biaya dan untuk pengangkutan.
e. Pasal 27 yaitu pada kerusakan barang atau bagasi harus dibayarkan sebagai ganti kerugian jumlah uang, yang diperoleh dengan mengurangi harga yang dumaksudkan dalam pasal 26 dengan harga barang yang rusak dan beda ini dikurangi dengan jumlah uang yang karena kerusakan ini tidak usah dibayarkan dengan biaya-biaya dan untuk
pengangkutan. Ordinansi Pengangkutan Udara 1939 memberikan pembatasan pertanggung jawaban kepada pengangkut, dan juga mengenai hak penumpang yang dirugikan.

          Dari uraian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa ketentuan- ketentuan tersebut sudah dapat memberikan perlindungan hukum bagi pengangkut dan penumpang dalam hal hilangnya bagasi penumpang karena ketentuan tersebut diatas telah mengatur mengenai hak dan kewajiban para pihak, yaitu baik pengangkut maupun penumpang.
          Selain itu, penulis juga melihat adanya keharmonisan antara satu ketentuan dengan ketentuan lain sehingga tidak ada tumpang tindih atau bertentangan satu sama lainnya yang dapat melemahkan salah satu ketentuan tersebut.







Cara Penyelesaian Sengketa Yang Terjadi Antara PT. Garuda IndonesiaDengan dr. Budiyanto

         Berdasarkan kasus posisi yang dikemukakan berikut dapat dilihat dari proses yang dipergunakan dalam penyelesaian sengketa. Penumpang Garuda Indonesia turun dari pesawat, setelah mengurus surat-surat pada Port Health and Imigration, ia menuju Conveyor-belt untuk mengambil bagasi. Setelah hampir semua meninggalkan terminal, ternyata bagasi penumpang tersebut memang tidak ada. Kehilangan bagasi seperti diatas dapat terjadi karena berbagai sebab, antara lain :
1. Kesalahan memasang label
2. Tag hilang
3. Tidak ada tag di tempat tujuan
4. Dimuat dalam container dan pesawat yang salah
5. Mengapalkan barang dalam waktu singkat
6. Perjalanan yang tidak bersambung
7. Kesalahan mengambil oleh penumpang lain
8. Check in di saat check in counter akan ditutup
          Setelah bagian lost and found menerima pengaduan dari dr. Buditanto dan telah memenuhi prosedur maka petugas lost and found akan melakukan pencarian atas bagasi yang hilang tersebut. Dan apabila hasil tracing menyatakan bahwa bagasi tersebut tidak ditemukan maka penumpang akan diberikan ganti kerugian oleh PT Garuda Indonesia.
Adapun prosedur penanganan kehilangan bagasi yang dilakukan oleh pengangkut adalah sebagai berikut :
Tindakan yang harus dilakukan adalah :
          Ketika penumpang melaporkan kehilangan bagasi di Arrival Hall tempat
tujuan, ia harus melaporkan kebagian Lost and Found yang bersangkutan
secepatnya, yaitu :
1. Mengisi PIR,
2. Memulai pemeriksaan pada ruangan bagasi setempat di tempat penyortiran bagasi,
3. Jika pencarian di sekitar tanpa hasil maka kirimkan pesan kehilangan bagasi ke asal stasiun dimana bagasi dikirimkan dan ke stasiun-stasiun lain. Jika bagasi masih belum ditemukan maka menginformasikan kepada penumpang melalui telepon untuk memberitahukan bahwa ia harus segeran mengisi formulir tuntutan dan dikembalikan setelah ditandatangani
sebagaimana mestinya.

Dokumen untuk menuntut bagasi disertai dengan :
1. Formulir tuntutan atau surat tuntutan yang ditandatangani oleh
penumpang,
2. PIR
3. Tiket asli dan daftar nama penumpang,
4. Baggage claim tag asli
5. Semua salinan telex pencarian bagasi,
Setelah tuntutan disetujui oleh Airlaines, dilengkapi dengan :
f. Formulir pernyataan pembebasan barang,
g. Kwintansi (jumlah ganti yang dibayarkan)
          Pada kenyataannya setelah dilakukan pencarian melalui mesin telex. Ada dua kemungkinan jawaban terhadap penumpang yang mengalami kehilangan bagasi, yaitu ditemukan atau hilang sama sekali. Tidak diketemukannya bagasi kemungkinan bisa terjadi karena:
1. Salah mengambil atau tertukarnya bagasi oleh penumpang lain dan karena alasan-alasan tertentu ia tidak mengembalikan bagasi tersebut.
2. Bagasi dicuri orang.
3. Label hilang sama sekali \, biasanya barang yang berbentuk koper, bila labelnya hilang akan sulit untuk mengidentifikasinya.
          Bila saja sampai batas waktu yang telah ditentukan dan bagasi belum ditemukan juga maka sesuai prosedur yang berlaku, penumpang yang bersangkutan boleh mengajukan tuntutan. Untuk bagasi yang diketemukan, secara normal bagasi itu dikirimkan melalui pesawat udara yang akan mendarat di stasiun pengiriman pesan dengan dicantumi label “Rush”. Langkah selanjutnya petugas Lost and Found memberikan informasi kepada penumpang yang bersangkutan untuk mengambil
bagasinya melalui telepon atau surat.
Beberapa syarat yang harus diperhatikan untuk pengambilan bagasi
tersebut antara lain:
1. Membawa paspor (untuk penumpang Internasional) sebagai identitas diri
2. Membawa salinan PIR yang diberikan pada waktu penumpang melapor kehilangan bagasi.
3. Membawa surat kuasa bila pengambilan bagasi diwakilkan orang lain.
4. Bila bagasi dalam bentuk koper, diharuskan membawa kunci bagasinya, sebab sebelum keluar Arrival Hall, bagasi tersebut harus diperiksa oleh petugas Bea Cukai.
Seperti halnya penanganan penumpang di bandara, penanganan bagasi juga dilakukan pada saat keberangkatan (Baggage Handling Departurel) ataupun pada saat kedatangan (Baggage Handling Arrival).

1. Penanganan bagasi keberangkatan
          Penanganan bagasi keberangkatan dimulai pada saat penumpang tersebut melakukan  check in di Airport. Setelah bagasi ditimbangan dan dicatat lalu dimasukkan kedalam system, kita harus menempelkan label tujuan dan nomor claim tag bagasi tersebut. Bila bagasi itu ada label lama kita harus mencabut label tersebut dan mengganti dengan label tujuan yang baru.
          Jika dalam penimbangan beratbagasi penumpang ada yang melebihi dari yang diizinkan, maka penumpang tersebut dikenakan biaya excess baggage atau bagasi lebih. Untuk kelebihan bagasi ini penumpang diberikan excess baggage tiket yang memuat berat total bagasi, berat yang diizinkan, dan berat yang dikenakan biaya dari bagasi penumpang tersebut. Tiket bagasi lebih tersebut tidak hanya diberikan kepada penumpang, copy dari tiket tersebut nantinya akan dilaporkan kedalam laporan penjualan dokumen angkutan domestic, untuk dikirim ke bagian administrasi dikantor kota. Bagasi-bagasi tersebut setelah ditimbang dan diberi claim tag serta diberi label sesuai tujuannya, kemudian diserahkan kepada porter untuk diangkut keatas baggage
cart untuk menunggu saat loading.






2. Penanganan Bagasi Kedatangan
          Penanganan bagasi pada saat kedatangan dimulai ketika pesawat sudah mendarat dalam posisi blok on, yaitu pesawat dalam keadaan tidak bergerak dan ganjalan roda (whellchocks) telah terpasang. Selain itu pintu kopartemen dapat segera dibuka dan semua barang-barang angkutan baik bagasi, kargo, atau mail segera dikeluarkan (unload) kemudian diangkut ke atas baggagecart.
          Bagasi-bagasi yang diturunkan ini setelah diangkut keatas baggage cart langsung dibawa ke bagian claim area, yaitu suatu ruangan dimana para penumpang dapat mengambil bagasinya. Penumpang yang hendak mengambil bagasi dapat menunjukkan claim tag yang dimilikinya untuk diberikan kepada petugas agar bagasinya segera diberikan.
          Setiap penumpang yang bepergian dengan pesawat udara baik domestic maupun internasional mendapatkan hak untuk membawa sejumlah barang tertentu atau bagasi tanpa di pungut biaya. Bagasi untuk penumpang dibedakan menjadi dua yaitu bagasi yang dibawa sendiri ke kabin (cabin baggage) dan bagasi yang dimuat dalam pesawat (checked baggage).
          Setiap penyerahan bagasi oleh penumpang kepada petugas perusahaan penerbangan, penumpang tersebut mendapat sebuah label disebut baggage tag (label bagasi) yang menyebutkan kota tujuan dari penumpang tersebut.
          Baggage tag ini merupakan bukti bagi penumpang atas barang yang sudah
diserahkan kepada perusahaan penerbangan sehingga tanggung jawab ada pada perusahaan sampai dengan kota tujuan terakhir.
          Tidak jarang seorang penumpang setelah tiba dibandara tujuan melaporkan bahwa bagasinya tidak ditemukan (lost). Yang pertama dilakukan apabila ada penumpang yang melaporkan bagasinya hilang adalah dengan memeriksa kompartemen pesawat atau area sekitarnya, karena mungkin bagasi tersebut belum diturunkan. Bila ternyata bagasi tidak ditemukan, maka penumpang yang kehilangan bagasi itu harus memenuhi beberapa prosedur sebelum petugas melekukan pencarian atas bagasi yang hilang terebut
(tracing).
          Ada kehilangan bagasi yang menjadi tanggung jawab perusahaan penerbangan dan ada pula yang buka merupakan tanggung jawab perusahaan, artinya menjadi tanggung jawab penumpang itu sendiri. Pada kejadian dimana koper penumpang ternyata dibongkar oleh petugas bongkar muat, maka tanggung jawab terletak pada perusahaan penerbangan dan kepada penumpang diberikan ganti rugi.
          Petugas Lost and Found dalam menangani masalah ini dilihat dahulu apakah penumpang yang kehilangan bagasi itu masih berada dilokasi kedatangan atau belum keluar dari area tersebut dan petugas memeriksa dahulu arrival hall dan baggage sorting.
          Perusahaan penerbangan Garuda Indonesia menggunakan system BAHAMAS (Baggage Handling Management System) dan WTC (Wolrd Tracer) dalam proses pencarian barang yang hilang.berpusat di Atlanta (ATL).
          Penanganan yang tepat sesuai dengan prosedur yang berlaku, sedikit banyaknya akan membantu mencegah terjainya barang penumpang. Berikut ini langkah-langkah yang dilakukan bagian Lost and Found dalam menangani bagasi yang hilang :
a. Penumpang melapor kebagian Lost and Found
b. Mencatat nomor label bagasi
c. Bila tidak ditemukan dibuatkan laporan hilang dengan mengisi formulir “Property Irregularity Report” (PIR) dengan mencatat :
1) Nama, alamat penumpang, bagasi dan rute perjalannya
2) Ciri-ciri bagasi
3) Mencatat isi bagasi sesuai dengan daftar nama-nama barang yang dibawa oleh penumpang
4) Nomor bagasi yang hilang
d. Mengirim berita kehilangan bagasi keseluruh stasiun yang berhubungan dengan penerbangan penumpang.
e. Menghimpun bukti-bukti berita pelacakan sampai bagasi ditemukan atau tidak ditemukan. Setelah data mengenai bagasi yang hilang sudah lengkap, petugas lost and found dapat memulai tracing dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.    Membuat AHL (Adyise Handling Lunggage), yaitu sebuah entry untuk dikirim ke beberapa bandara dimana bagasi tersebut diperkirakan berada. Entry ini berisi data-data lengkap mengenai bagasi tersebut, seperti tag number, nama pemilik, serta deskripsi fisik dari bagasi tersebut.
2.    Menunggu info dari bandara-bandara yang dikirimkan AHL.
3.    Bila ternyata ada bandara yang memberitahukan ada kelebihan bagasi ditempatnya yang sesuai dengan deskripsi AHL tadi, maka petugas dibandara yang membuat AHL segera mengirimkan pesan untuk ke bandara yang kelebihan tersebut dengan enrty ROH (Request On Hand Baggage).
4.    Menunggu kiriman bagasi tersebut sesuai dengan yang dijadwalkan oleh bandara yang menemukan bagasi,
5.    Setelah bagasi tersebut sampai di bandara yang kehilangan bagasi dan pemilik bagasi telah menerimanya, maka petugas harus membuat sebuah entry penutup (pada sistem komputer yang dimaksud), yang disebut CAH (Close AHL File), yang menyatakan kasus tersebut telah selesai.

          Sedangkan bila kita menemukan bagasi lebih (Found Baggage), langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :
a. Membuat pesan atau entry yang disebut OHB (On Hand Baggage), yang menyatakan bahwa stasiun kita memiliki bagasi lebih beserta deskripsi bagasi tersebut.
b. Bila ada data AHL yang sesuai dengan OHB yang kita buat, maka kita harus mengirim bagasi tersebut (forward) atas permintaan dari bandara yang membuat AHL (ROH)
c. Bila kita mendapatkan pesan bahwa bagasi yang kita kirim diterima dengan baik, maka kita harus melakukan enrty penutup yang disebut COH (Close OHB File), yang sama tujuannya dengan CAH.

          Untuk penumpang yang bagsinya hilang, batas waktu pencarian adalah 15 hari dari tanggal melapor, bila bagasi selama 15 hari bagasi tidak juga ditemukan, maka akan mendapat penggantian sebesar :
a. Penumpang yang ada pada saat kedatang tidak menerima atau menemukan bagasi (tertinggal ditujuan lain, terlambat diterima), diberikan First Need Compensation sebesar :
1. Penumpang pemegang tiket F (First) sebesar USD.100
2. Penumpang pemegang tiket C (Business) sebesar USD.75
3. Penumpang pemegang tiket Y (Economy) sebesar USD.50
b. Pemegang tiket internasional yang bagasinya dinyatakan hilang akan mendapat ganti rugi berdasarkan kilogram sebesar USD.20/kilogram
c. Penumpang pemegang tiket domestik yang bagasinya dinyatakan hilang atau rusak akan mendapat ganti rugi sebesar Rp.100.000/kilogram
     Untuk bagasi yang ditemukan, secara normal bagasi itu dikirimkan melalui pesawat yang akan mendarat di stasiun pengirim pesan dengan dicantumkan label Rush Tag, langkah selanjutnya petugas lost and found memberikan informasi kepada penumpang yang bersangkutan untuk mengambil bagasinya melalui telepon atau surat. Beberapa syarat yang harus diperhatikan untuk pengambilan bagasi tersebut antara lain :

a)      Membawa paspor (untuk internasional) sebagai identitas diri
b)      Membawa salinan PIR yang diberikan pada waktu penumpang melapor kehilangan bagasi
c)      Membawa surat kuasa bila pengambilan bagasi diwakilkan
d)     Bila bagasi dalam bentuk koper, harus membawa kunci bagasi sebab sebelum keluar dari arrival hall bagasi tersebut harus diperiksa oleh petugas Bea Cukai.


3. Proses penyelesaian Dalam Hal Penumpang Kehilangan Bagasi
          Bila penumpang telah sampai di tempat tujuannya tidak menemukan
bagasinya maka penumpang harus melaporkan ke petugas Lost and Found yang sedang berada di tempat pengambila bagasi penumpang dan akan langsung menanyakan tentang asal dan tujuan penumpang tersebut dan petugas akan melihat apakah kompartemen pesawat masih ada yang tertinggal, bila tidak ada maka petugas akan membuatkan PIR (Property irregularity Report).
          Selanjutnya memasukkan PIR tersebut kedalam sistem dan sistemnya akan mencari sendiri, batas waktu pencarian bagasi tersebut adalah 15 hari dari tanggal kehilangan. Sistem ini akan diterima oleh seluruh perusahaan penerbangan yang berhubungan dengan Garuda Indonesia yang telah melakukan kerjasama. Bila bagasi tersebut berada di stasiun lain maka stasiun ini akan mengirimi ke stasiun yang mencarinya, dan jika tidak ada maka penumpang dapat mengklain/menuntut ganti rugi ke perusahaan penerbangan dengan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh perusahaan yang dituntut.
          Persyaratan yang harus dibawa untuk mengklaim/menuntut ganti rugi ke pihak Garuda Indonesia adalah sebagai berikut :
a. Menyerahkan Property irregularity Report (PIR)
b. Photo copy cover tiket, boarding pass dan copy tracing
c. Claim tag
d. Missing baggage questionnaire (berlangsung tanya jawab kepada penumpang danpetugas yang mengisinya)
e. Claim Correspondence
f. Final release (surat pernyataan)
g. Voucher pembayaran
h. Claim settlement form (klaim yang harus ditanda tangani oleh Distric Manager atau Station Manager).
          Setelah penumpang memenuhi persyaratan diatas maka petugas mengisi formulir penyelesaian klaim (clain settlement form). Berikut ini adalah contoh pengisian formulir penyelesaian klaim :
a. Tanggal pembuatannya
b. Nomor klaim
c. Nama penuntut
d. Alamat penuntut
e. Bentuk klaim (kehilangan, keterlambatan, kerusakan, kecurian, dan keluhan).
f. Merujuk nomor arsip
g. Nomor penerbangan yang gunakan penuntut
h. Tanggal penerbangan
i. Asal keberangkatan
j. Tempat tujuan
k. Berat bagasi pada waktu ditimbang di tempay check-in
l. Total uang klaim
m. Total uang dibayar
n. Konversi ke US $
o. Penjelasan tentang alasan penyelesaian klaim
p. Disiapkan oleh (tanda tangan staff)
q. Disetujui oleh (tanda tangan orang yang berwenang)
          Setelah penumpang melengkapi persyaratan yang telah ditentukan, maka
penumpang membawa persyaratan tersebut ke PT Garuda Indonesia Gunung Sahari di bagian administrasi, disana penumpang akan memndapatkan uang ganti rugi yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.







BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
          Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam
bab sebelumnya maka penulis berkesimpulan sebagai berikut :

1. Ketentuan hukum yang mengatur tanggung jawab pengangkutan udara
terhadap bagasi penumpang adalah Undang-Undang No.1 Tahun 2009
tentang Penerbangan, Ordinansi Pengangkutan Udara Stb 1939-100
KUHPerdata pasal 1234, 1236 dan 1320 tentang Syarat sah perikatan dan
tanggung jawab pengangkutan dan juga diatur dalam Peraturan Pemerintah
No.40 Tahun 1995. selain itu perlindungan diberikan pula kepada
penumpang dengan mengikutsertakan Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia sebagai lembaga yang menerima keluhan dari masyarakat
khususnya pengguna jasa angkutan udara.

2. Cara peneyelesaian sengketa yang terjadi antara PT Garuda Indonesia
dengan dr. Budiyanto dilakukan dengan cara mediasi. Dengan menggunakan
bantuan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), karena pada
awalnya dr. Budiyanto menyampaikan keluhannya ke YLKI, setelah
melakukan pengaduan ke YLKI dan YLKI melakukan surat-menyurat
dengan PT Garuda Indonesia akhirnya ditanggapi dan kedua belah pihak
melakukan beberapa kali mediasi hingga tercapai kata sepakat atau damai
dan dr. Budiyanto mendapatkan ganti rugi sebesar Rp.1.000.000,00. atas
kerugian yang diderita. Hal ini mencerminkan bahwa pengangkutan udara
bertanggung jawab atas kelalaian yang dilakukan.



B. Saran
1Perlunya sosialisasi Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan dan Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1995 tentang
Angkutan Udara karena masih banyak pengguna jasa angkutan yang tidak
tahu haknya dan kemana harus mengadu jika barang atau bagasinya hilang
2. Perlunya sosialisasi tentang tata cara pengaduan konsumen
3.YLKI harus lebih pro-aktif dalam kasus-kasus yang menimpa konsumen
khususnya pada bidang pengangkutan udara.
4. Perlunya pengetahuan yang lebih luas kepada petugas Lost and Found jika
ada penumpang yang kehilangan bagasinya dan bagaimana cara
menanganinya
5. Perusahaan pengangkutan udara hendaknya lebih tanggap jika ada keluhan
dari penumpang.












DAFTAR PUSTAKA


A. BUKU
Abdulkadir Muhammad., Hukum pengankutan Darat, Laut, dan Udara,
(Bandung : Citra Aditya Bakti, 1994)
G. kartaspoetra dan E. Roekasih., Segi-Segi Hukum Dalam Charter dan
Asuransi Angkutan Udara, (Bandung : Amico, 1982)
Soegijatna Tjakranegara., Hukum pengangkutan Barang dan Penumpang,
(Rineka Cipta, 1995)

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
_______, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perlindungan
Konsumen,
_______, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan
Udara.
_______, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)
_______, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (WetboekVan
Koophandel),
Garis Besar Haluan Negara,
Ordinasi Pengangkutan Udara (Luchtvervoer Ordonannti – Staatblad 1939
– 100),Konvensi Warsawa Tahun 1929.





[1] Soegijatna Tjakranegara, Hukum pengangkutan Barang dan Penumpang, (Rineka Cipta,
1995), hal 67